![]() |
| sumber foto: nu online |
Pendahuluan
Masa pendudukan Jepang dan Belanda di Indonesia
membuat mental dan ekonomi Indonesia semakin terpuruk. Sehingga, kondisi inilah yang menggugah
kesadaran semua kalangan untuk bersama-sama memperjuangkan martabat bangsa melalui jalur
pendidikan dan organisasi. Semangat kebangkitan rakyat pribumi terus berkobar demi mengentaskan penderitaan dan ketertinggalan yang dialami oleh bangsa ini.
Muncullah ketika itu beragam organisasi pergerakan dalam rangka memperjuangkan kebangkitan nasional, tak terkecuali kalangan pesantren yang
tidak pernah surut dalam melawan penjajahan. Organisasi tersebut, di antaranya: Nahdlatul Wathan
(kebangkitan tanah air) yang berdiri sejak tahun 1916, Taswirul Afkar atau
Nahdlatul Fikr (kebangkitan pemikiran) yang bergerak dalam bidang pendidikan
sosial politik dan kegamaan, yang berdiri pada tahun 1918, Nahdlatut
Tujjah (pergerakan kaum saudagar) yang fokus dalam membangkitkan
perekonomian rakyat.
Organisasi-organisasi tersebut yang kemudian menjadi embrio lahirnya organisasi yang mencakup lebih luas dan sistematis, yaitu Nahdlatul Ulama, yang didirikan oleh para kyai di bawah komando KH. Hasyam Asy’ari (Rais Akbar) tepatnya pada tanggal 16 Rajab 1344 H
atau 31 Januari 1926.
Dalam tulisan ini, akan diuraikan tentang Nahdlatul Ulama, mulai
dari pengertian dan sejarah berdirinya, visi, misi, tujuan dan nilai dasar perjuangannya,
peranannya untuk bangsa dan masyarakat, dan usahanya dalam mempertahankan dan
mengembangkan paham Ahlussunnah wal Jama’ah.
Pembahasan
Pengertian dan Sejarah Nahdlatul Ulama
Nahdlatul
Ulama terdiri dari dua suku kata, yaitu “Nahdlah” (نهضة) dan “Ulama” (العلماء).
Kata Nahdlah berakar dari kata نهض-ينهض
(bentuk tsulatsi mujarradnya: نهضة) yang
artinya kebangkitan. Sedangkan kata ulama adalah jama’ taksir dari kata العليم yang bermakna orang yang banyak tahu. Kata العليم merupakan shigat mubalagah dari kata العالم.
Dalam al-Qur’an, kata Ulama disebutkan sebanyak 2 kali, di antaranya Qs. Fathir/35: 28,
اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ
الْعُلَمَاءُ
“Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama.”
Ayat di atas, menjelaskan bahwa di antara ciri dari seorang Ulama adalah
adanya rasa takut kepada Allah SWT. Setidaknya ada 3 yang harus ada pada diri
seorang Ulama. Pertama, seorang Ulama harus memiliki keluasan ilmu. Kedua,
seorang Ulama harus memiliki pemahaman yang dalama. Ketiga, seorang
Ulama harus mampu melaksanakan pengamalan dari pengetahuannya.
Maka dapat disimpulkan bahwa kata Nahdlatul Ulama’
mempunyai makna “kebangkitan orang-orang yang mempunyai pemahaman
ilmu agama dan pengamalan terhadap ilmunya di tengah masyarakat.”
Lahirnya Nahdlatul Ulama tidak lepas dari dinamika pemikiran keagamaan
dan politik dunia saat itu. Di mana, pada tahun 1924 terjadi peralihan
kepemimpinan dari Syeh Syarif Husain, Raja Hijaz (Mekkah) yang beraliran Sunni,
kepada Abdul Aziz bin Sa'ud, yang berpaham Wahabi. Hal ini menjadi
kekhawatiran tersendiri bagi kaum trandisional di Mekkah. Sebab, aktivitas amaliah kaum trandisonalis seperti ziarah makam Nabi,
kebebasan bermadzhab akan dihapus oleh pemerintahan Raja Sa'ud (Sutarmo, 2005: 100).
Sehingga, pada tahun 1926, Kyai Wahab Hasbullah memberikan usulan dalam
Konggres al-Islam agar keresahan mengenai praktek kegamaan dapat
disampaikan oleh delegasi Indonesia di Mekkah. Akan tetapi, usulan tersebut tidak
direspon dengan baik oleh forum, sehingga kaum tradisionalis membentuk komite
sendiri dengan nama “Komite Hijaz” untuk mewakili mereka di hadapan Raja Ibnu
Saud. Maka, pada tanggal 31 Januari 1926 dibentuklah organisasi mewakili
Islam tradisionalis yang diberi nama “Nahdlatul Ulama”.
Adapun tugas Komite Hijaz ialah menyampaikan beberapa hal pada Raja Sa'ud. pertama: tentang tradisi bermadzhab, kedua: kebebasan mengakses kitab-kitab
karangan Imam al-Ghazali, Imam Sanusi dsb., serta mengenai hukum yang belaku di
negeri Hijaz. Ketiga: dizinkannya ziarah makam Rasulullah, para keluarga dan
sahabat beliau.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berdirinya Nahdlatul Ulama
merupakan respon terhadap perkembangan dunia internasional. Bahkan, berkat
kegigihan para kyai yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi umat Islam yang
berakidah Ahlussunnah wal Jama’ah dapat didengarkan dan direspon baik oleh raja
Ibnu Saud.
Visi, Misi, Tujuan dan Nilai Dasar Perjuangan Nahdlatul Ulama
Sebagai
organisasi sosial keagamaan, Nahdlatul Ulama mengusung visi misi sebagai
berikut:
Visi: Nahdlatul Ulama sebagai wadah tatanan masyarakat yang sejahtera, berkeadilan dan demokratis
atas dasar Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Thoha, 2012: 3).
Misi: (1) Mewujudkan
masyarakat yang sejahtera lahiriyah maupun batiniyah, dengan mengupayakan
system perundang-undangan dan mempengaruhi kebijakan yang menjamin terwujudnya tata
kehidupan masyarakat yang sejahtera. (2) Masyarakat yang berkeadilan dengan
melakukan upaya pemberdayaan dan pembelaan masyarakat. (3) Mewujudkan
masyarakat yang demokratis dan berakhlaqul karimah (Thoha, 2012: 3).
Mengutip
dari pwnusumut.or.id, ada beberapa tujuan didirikannya
organisasi Nahdlatul Ulama, di antaranya, (1) Terbentuknya karakter pada jamaah
Nahdlatul Ulama yang mencerminkan nilai-nilai tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), dan
tasamuh (toleran) dalam cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam urusan keagamaan maupun duniawi. (2) Terbangunnya
jamiyyah dan jamaah Nahdlatul Ulama yang memiliki kemandirian bidang ekonomi, sosial, dan
politik. (3) Menguatnya peran, fungsi, dan manajemen kelembagaan/organsisasi Nahdlatul Ulama dan manajemen sistem informasi NU di semua tingkatan untuk mencapai visi dan
misi NU. (4) Meningkatnya jaringan dan kerja sama NU dengan berbagai pihak yang
berkepentingan di dalam maupun luar negeri.
Adapun
nilai dasar yang menjadi perjuangan Nadlatul Ulama, sebagaimana dikutip
dari www.nu.or.id adalah Tawassuth (moderat); I’tidal
(keadilan); Tasamuh (toleransi), tawazun (seimbang), dan amar
makruf nahi munkar (menegakkan kebaikan serta mencegah kemungkaran. Dengan
lima dasar yang menjadi komitmen warga NU, maka NU akan selalu hadir di
tengah-tengah masyarakat sebagai solusi dari berbagai persoalan umat dan
bangsa.
Beragam Peran Nahdlatul Ulama
Mulai sejak
didirikannya Nahdlatul Ulama, organisasi ini concern pada perjuangan menentang adanya penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan negera Republik Indonesia dari penjajahan
Belanda dan Jepang, sekaligus ikut serta dalam menjaga keutuhan negera Republik
Indonesia. Setidaknya ada tiga alasan yang melatarbelakangi lahirnya organisasi
Nahdlatul Ulama. Pertama, agama, kedua, terpeliharanya paham Ahlussunnah
wal Jama’ah, dan ketiga, nasionalisme (Anam, 1998: 36).
Dalam agama, Nahdlatul Ulama hadir untuk menegakkan dan mempertahankan Agama
Allah SWT. dengan model sebagaimana dakwah Walisongo di Nusantara. Sebab, pada
saat Belanda-Portugas menjajah Nusantara, mereka juga menyebarkan agama
Kristen-Katolik. Nahdlatul Ulama juga hadir untuk menjadi benteng dalam mempertahankan paham Ahlussunnah wal Jama’ah, khususnya di Indonesia,
agar umat Islam tidak tergiur dengan paham-paham baru yang membawa
ajaran-ajaran bid’ah yang sesat.
Dalam hal
nasionalisme, Nahdlatul Ulama hadir untuk menyatukan para alim ulama serta
tokoh agama dalam melawan penjajah. Jika pada masa itu telah banyak organisasi
yang muncul, akan tetapi organisasi-organisasi tersebut hanya bersifat kedaerahan. Misalnya seperti Jong Cilebes, Pemuda
Betawi, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumetara dsb. Maka, para barisan alim
ulama Nahdlatul Ulama mendirikan organisasi tersebut menguatkan rasa nasionalis. Hal ini bisa dilihat misalnya bahwa pada tahun 1924 para pemuda pesantren mendirikan Shubbanul
al-Watan (Pemuda Tanah Air).
Demikian juga, dari Nahdlatul Ulama muncullah
pasukan-pasukan elit yang siap tempur menegakkan agama dan bangsa, juga siap
menghadapi para penjajah di bumi Nusantara, mereka adalah laskar-laskar Hizbullah
(Tentara Allah) dengan KH. Zainal Arifin sebagai panglimanya, beliau adalah
seorang pemuda yang lahir di Barus Sumatera Utara pada tahun 1909. Demikian juga dari kalangan
orang tua, ada pasukan sabilillah (jalan menuju Allah) yang dikomandani oleh
KH. Masykur (Hakim, 1991: 97).
Ketika Indonesia dijajah oleh Jepang dan
Belanda, peran Nahdlatul Ulama semakin nampak untuk agama dan negara. Sikap
anti terhadap penjajah, lebih-lebih ketika kehadiran tentera sekutu dan NICA
(Belanda) di Indonesia, Nahdlatul Ulama, sebagai organisasi yang anti terhadap
penjajah, semakin meningkatkan antisipasi terhadap perkembangan keadaan yang
menyangkut keselamatan negara. Sehingga, lahirlah ketika itu, sebuah fatwa yang
diprakarsai oleh KH. Hasyim Asyári, Rosolusi Jihad, pada tanggal 22 Oktober
1945
Inti dari Rosolusi Jihad adalah kewajiban
terhadap seluruh umat muslim untuk bersama-sama melawan kolonialisme dan
imperialime yang mengancam keselamatan negera Republik Indonesia. Dengan
demikian, nampak jelas arah pergerakan Nahdlatul Ulama dalam rangka untuk menjaga
kesatuan negera Republik Indonesia, hal ini juga dapat dirasakan pada setiap
langkah dan kebijakan Nahdlatul Ulama yang selalu mengutamakan kepentingan
bangsa dan negara.
Usaha Nahdlatul Ulama dalam Mempertahankan dan Mengembangkan Ahlussunnah wal Jama'ah
Sebagaimana yang telah dikemukakan di awal,
bahwa lahirnya Nahdlatul Ulama dalam rangka untuk membangun solidaritas dan
persatuan dalam menjaga paham Ahlussunnah wal Jamaáh. Di mana, pada abad ke 20, Islam tradisi yang merupakan pengejewantahan dari ajaran Aswaja, sedikit demi
sedikit mulai dipersoalkan oleh sebagian tokoh agama yang mulai mengenal pembaharuan
Islam setelah mereka selesai dari pendidikannya di Timur Tengah.
Mereka mulai mendakwahkan ajaran-ajaran
pembaharuan kepada umat Islam di Indonesia. Mereka mulai menggugat soal ritual
dan ajaran umat Islam tradisonal. Sehingga, muncullah istilah pemurnian Islam
dari TBC (tahayyul, bidáh, churafat). Banyak amalan yang dijalankan umat
Islam yang dianggap sebagai bidáh yang tidak pernah diajarkan oleh baginda
Rasul saw.
Tokoh-tokoh Islam trandisionalis mulai tidak digubris
pendapat-pendapatnya. Di antaranya ketika kongres Islam di Yogyakarta, saat para ulama yang berpegang teguh terhadap ajaran Islam tradisional, ditinggalkan
pendapatnya kerena mereka memiliki pendapat yang berbeda. Saat itu, mereka
mengusulkan agar Kerajaan Arab Saudi tidak menghilangkan tradisi bermadzhab dan
tidak menghancurkan peninggalan Islam maupun pra-Islam, yang dianggap sebagai
kemusyrikan. Namun, usulan tersebut tidak mendapatkan respon positif oleh
perserta kongres.
Dari sini, Nahdlatul Ulama hadir
sebagai upaya para kyai dan ulama dalam mempertahankan ajaran Islam yang
berlandaskan Ahlussunnah wal Jamaáh. Nahdlatul Ulama merupakan organisasi
bergerak dalam bidang keagamaan dan sosial-kemasyarakatan, dalam hal ini yang
menjadi fokus perhatian adalah - salah satunya - bidang pendidikan dan pengembangan
ekonomi.
Dari fokus perhatian tersebut, dapat
dikatakan bahwa Nahdlatul Ulama adalah sebagai pengejewantahan dari ajaran Ahlussunah
wal Jamaáh di bidang sosial-budaya. Bidang tersebut misalnya
kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat, lebih khususnya dalam menjalin relasi antar
perseorangan dengan kelompok masyarakat.
Kesimpulan
Dari rangkaian
pembahasan di atas, dapat disimpulan sebagai berikut:
Pengertian dari kata Nahdlatul Ulama adalah kebangkitan orang-orang yang
mempunyai pemahaman ilmu agama dan pengamalan di tengah masyarakat. Sejarah Nahdlatu
Ulama lahir sebagai respon terhadap perkembangan dunia internasional.
Visi dari Nahdlatul
Ulama adalah sebagai wadah tatanan masyarakat yang sejahtera, berkeadilan dan
demokratis atas dasar Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Adapun misinya adalah (1)
mewujudkan masyarakat yang sejahtera lahiriyah maupun batiniyah, dengan
mengupayakan system perundang-undangan dan mempengaruhi kebijakan yang menjamin
terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang sejahtera. (2) Masyarakat yang
berkeadilan dengan melakukan upaya pemberdayaan dan pembelaan masyarakat. (3) Mewujudkan
masyarakat yang demokratis dan berakhlaqul karimah
Ada tiga
alasan yang melatarbelakangi lahirnya organisasi Nahdlatul Ulama. Pertama, agama,
kedua, terpeliharanya paham Ahlussunnah wal Jama’ah, dan ketiga,
nasionalisme.
Hadirnya Nahdlatul Ulama dalam rangka untuk
membangun solidaritas dan persatuan dalam menjaga paham Ahlussunnah wal Jamaáh.
Hal ini nampak saat para kyai meminta kepada Raja Sa’ud agar tidak menghilangkan
tradisi bermadzhab dan tidak menghancurkan peninggalan Islam maupun pra-Islam, yang
dianggap sebagai kemusyrikan.
Refrensi
Anam,
Choirul. 1998. Pertumbuhan dan Perkembangan NU. Surabaya: Bisma Satu
Press
Hakim, Lukman, dkk. 1991, Perlawanan Islam
Kultural: Relasi Asosiatif Pertumbuhan Civil Society dan Doktrin Aswaja NU. Surabaya:
Pustaka Eureka Berger
Sutarmo.
2005. Gerakan Sosial Keagamaan Modernis. Yogyakarta: Suaka Alva
Thoha, H.M. As’ad. 2012. Pendidikan Aswaja Ke-NU-an. Sidoarjo: al-Maktabah-PW LP Maarif NU Jatim

0 Komentar